EMPATLAWANG, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Air Zamzam adalah sebuah sumber air yang terletak di dalam Masjidil Haram di kota suci Mekah, Arab Saudi.
Air Zamzam memainkan peran penting dalam sejarah dan tradisi umat Islam, serta memiliki nilai simbolis yang mendalam bagi umat Muslim di seluruh dunia. Berikut adalah artikel tentang sejarah Air Zamzam.
Air Zamzam diyakini oleh umat Muslim sebagai air yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim (Abraham) dan putranya, Nabi Ismail.
BACA JUGA:Mukjizat Minum Air Zam-Zam, Nenek 76 Tahun Pergi Stroke Pakai Kursi Roda, Ditanah Suci Sehat
Kisah Air Zam Zam berawal dari peristiwa yang melibatkan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan putra mereka, Ismail.
Menurut Al-Quran, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di padang pasir Mekah. Ketika air dan makanan mereka habis, Siti Hajar mencari air untuk menyelamatkan putranya.
Sumur Zamzam pertama kali muncul sekitar 4.000 tahun yang lalu. Mata air Zamzam pertama kali ditemukan di bawah kaki Nabi Ismail tatkala ia masih bayi, setelah ibunya Siti Hajar berlari-lari sebanyak tujuh kali antara dua bukit Shafa dan Marwa.
BACA JUGA:Mengapa Air am Zam Tidak Pernah Habis, Begini Penjelasannya!
Kala itu, Hajar hendak mencari air untuk menyelamatkan putranya yang haus. Zamzam dalam bahasa Arab berarti banyak atau melimpah ruah.
Air ini memberikan keselamatan dan penyelamatan bagi Hajar dan Ismail, dan sejak itu menjadi sumber air yang tak pernah kering di Mekah.
Air Zamzam juga terkait dengan peristiwa sejarah penting dalam Islam. Salah satunya adalah saat Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, rumah suci pertama umat Islam.
BACA JUGA:Luar Biasa, Jatah Air Zamzam Jemaah Haji 2023 Bertambah 10 liter
Riwayat mengatakan bahwa saat Ka'bah hampir selesai dibangun, Nabi Ibrahim meminta Nabi Ismail membawakan batu yang akan menjadi salah satu sudut Ka'bah.
Ketika Nabi Ismail bergerak mencari batu yang cocok, Malaikat Jibril membawakan batu hitam yang sekarang dikenal sebagai Hajar Aswad dan menunjukkannya kepada Nabi Ibrahim.
Batu itu kemudian ditempatkan di salah satu sudut Ka'bah, dan tempat tersebut dikenal sebagai Rukun Yamani.